Egoiskah saya? Atau.. Telah sadarkah saya?

Dapat saya pastikan, saya tidak akan menangis ketika seorang kerabat saya meninggal dunia. Saya sangat yakin akan hal itu. Sangat. Karena ketika kakek saya dipanggil oleh Tuhan untuk menghadap diriNya, tak setetes air matapun mengalir dari kedua mata saya. Tidak ada rasa panas di mata untuk menahan tangis. Air mata saya telah hilang, bagai lenyap terbawa oleh angin begitu mudahnya. Hati ini begitu tegar, walau ada rasa getir yang terselip dibalik ketegaran yang begitu angkuh berdiri di hati saya. Saya sudah tahu suatu saat hal ini akan terjadi. Ketika kakek saya pergi meninggalkan saya dan yang lainnya. Berjalan terlebih dahulu ke dalam lorong yang akan menemuinya pada ajalnya.

Itu sudah sewajarnya. Karena semua orang akan pergi pada akhirnya. Perlahan tapi pasti, orang yang saya sayangi akan meninggalkan saya satu persatu. Mereka semua akan kembali kepada penciptaNya. Jadi saya tidak akan membuang tenaga untuk mengeluarkan air mata dan menangis tersedu-sedu.

Jadi, apakah saya sudah sadar kehidupan itu seperti apa, dengan keadaan bahwa saya tidak menangis dan tahu bahwa suatu saat hal ini akan terjadi? Atau.. Egoiskah saya? Karena saya seperti tidak mempunyai hati. Tak setetes air matapun mengalir dari kedua mata saya. Saya tidak menangis sama sekali. Melainkan saya sangat kuat dan tegar saat itu terjadi. Untuk sesaat saya terdiam mendengar pertanyaan itu. Dan selanjutnya saya berpikir. Sampai akhirnya saya tahu jawaban atas pertanyaan itu. Dan dengan lantang serta bangganya hati saya berkata, bahwa saya sudah sadar akan kehidupan sebenarnya yang pada akhirnya akan berakhir jua. Untuk itu saya tidak akan pernah menangis ketika kerabat saya meninggalkan saya. Atau.. Ketika orangtua saya meninggalkan saya. Saya akan berusaha tegar dan kuat. Karena pada akhirnya kita semua akan ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai dan kita sayangi selama perjalanan hidup kita.

Itu merupakan cerita pertama saya yang tanpa sadar bahwa cerita itu menyadarkan saya, bahwa saya telah tahu sedikitnya dan telah memahami tentang apa itu kehidupan sebenarnya beserta artinya secara gamblang. Dan berikutnya adalah cerita kedua saya. Sebuah cerita kecil yang saya ambil dari kehidupan nyata. Bahwa hidup kita sebenarnya, di dunia ini, terjadi karena karma kita atau perbuatan yang telah kita lakukan di masa lalu yang kemudian menghasilkan buahnya di kehidupan masa kini.

Kala itu, saya sedang mengamati kisah cinta seorang teman saya. Yah, sebut saja Elisa karena teman saya itu seorang perempuan. Elisa mempunyai pacar bernama Joko. Joko ini sangat menyayangi Elisa sebagaimana Elis merupakan pacarnya. Joko sepertinya begitu cinta mati sama Elisa. Tetapi Elisa sendiri hanya menanggapi perasaan Joko biasa saja walaupun dia sudah membalas perasaan Joko dengan hubungan mereka yang pacaran kala itu. Elisa tidak terlalu tergila-gila kepada Joko walau Joko sepertinya sebaliknya. Jadi pada saat itu mereka berdua hanya 2 minggu saja berpacaran dan selanjutnya putus. Dalam hal ini Elisa seperti memainkan perasaan Joko. Karena selama pacaran Elisa terlihat tidak terlalu peduli kepada Joko dan biasa-biasa saja. Dan Elisa sekarang sudah memetik buah dari karma buruknya. Elisa dipermainkan oleh lelaki yang disukainya. Dan yah seterusnya saya tidak tahu lanjutan kisah cinta Elisa. Saya sudah tidak peduli lagi karena sekarang saya sudah beda sekolah dengannya.

Semenjak saya sadar bahwa dalam kehidupan ini berlaku karma, saya selalu berpikir semua yang terjadi pada kehidupan seseorang itu karena dari buah karma yang ditanamnya di masa lalu dan sudah matang pada masa sekarang.

Seperti contohnya, saya melihat berita seorang perempuan terbakar dan meninggal di dalam mobilnya. Saya pun berpikir sejenak. Apa yang dilakukan perempuan itu pada kehidupan lalunya sehingga di kehidupan sekarang dia mati dengan sangat mengenaskan? Dan contoh lainnya, berasal dari diri saya sendiri. Apa yang telah saya lakukan di kehidupan saya yang lalu sehingga sekarang saya mendapatkan masalah yang banyak pada saat ini? Untuk itu, di usia saya yang sebentar lagi akan beranjak16 tahun di tahun ini, saya sering mengintropeksi diri saya sendiri. Sampai akhirnya saya menemukan jawaban penyebab apa yang terjadi pada kehidupan saya yang sekarang. Dan itu semua karena karma saya di masa lampau.

Terkadang saya sering melihat seseorang yang sedang menderita dan dari dalam hati saya tidak ada rasa kasihan sedikitpun yang muncul saat saya melihat orang itu. Dan malah saya jijik membayangkan apa yang telah dia lakukan di masa lampau sehingga di kehidupan sekarang dia begitu menderita. Apakah saya begitu jahat dan kejam karena saya tidak mengiba? Saya pikir tidak. Saya seperti melihat apa yang telah dia lakukan pada kehidupannya di masa lampau. Dan saya pikir dia pantas mendapatkannya di kehidupan masa sekarang.

Guru saya pernah berkata, bahwa buah dari perbuatan yang telah kita lakukan tidak selamanya cepat kita petik dan kita rasakan akibatnya. Untuk itu mulai dari sekarang saya berusaha menanam karma baik dan sering-sering melakukan perbuatan baik. Semata-mata tidak untuk mendapatkan buah karma baik saja. Saya ingin melihat orang lain berbahagia atas perbuatan yang telah saya lakukan karena otomatis hati saya pun turut berbahagia. Karena mengharapkan buah karma baik sama saja mengharapkan sebuah imbalan atas perbuatan yang telah kita lakukan dan bagi saya itu terdengar seperti tidak ikhlas.

Yah, saya tidak terlalu menambah-nambahkan kata agar saya terlihat seperti orang baik-baik. Tapi itulah yang sejujur-jujurnya di hati saya. Wew. Saya sendiri bahkan tidak yakin saya mengatakan hal ini di blog saya. Dan saya kerap kali berpikir, apakah diri saya yang sebenarnya seperti ini? Bijaksana dan mempunyai hati yang baik? Terdengar seperti lelucon yang sangat lucu. Tapi, well, yah inilah saya. Saya sudah sadar kehidupan sebenarnya itu seperti apa. Dan apa arti sebenarnya kehidupan di balik kehidupan.

Dan yah. Jadi, egoiskah saya? Atau.. Telah sadarkah saya? Dan jawabannya adalah saya telah sadar.